Peran Penyuluh Pertanian Menuju Kedaulatan Pangan
Kedaulatan Pangan suatu Keniscayaan
Isu ketahanan pangan bukan hanya di Indonesia, di belahan dunia lain isu ketahanan pangan menjadi satu diantara prioritas negara-negara dunia yang memerlukan strategi khusus untuk mengatasinya. Thomas Robert Malthus (1766-1834) dalam bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk tumbuh secara deret ukur sementara persediaan makanan tumbuh secara deret hitung. Artinya laju pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan pangan yang dalam jangka panjang berdampak krisis sumber daya alam dan manusia akan berebut untuk mendapatkan pangan.
Sejalan dengan teori Malthus, The International Fund for Agricultural Development (IFAD) dibawah naungan PBB yang bermarkas di Roma Italia menemukan, terdapat beberapa permasalahan terkait dengan situasi pangan dunia antara lain:
- 40% lebih lahan tanaman pangan mengalami degradasi, bahkan persentase tersebut bisa lebih besar lagi apabila memperhitungkan dampak buruk perubahan iklim (climate change);
- diperkirakan sekitar 925 juta manusia mengalami kelaparan di berbagai penjuru dunia;
- sekitar 1.4 milliar manusia memperoleh penghasilan kurang dari US$ 1.25 per hari, sehingga menempatkan mereka dalam golongan miskin;
- populasi penduduk diyakini mencapai angka 9.1 milliar pada 2050;
- produksi pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di negara berkembang pada 2050 di perkirakan mencapai dua kali lipat dari produksi pangan saat ini (2012);
Di Indonesia alih fungsi lahan pertanian pangan menjadi lahan non pertanian pangan juga menjadi faktor pembatas dalam peningkatan produksi pangan nasional. Sejalan dengan permasalahan alih fungsi lahan, minat generasi muda untuk bergelut di sektor pertanian semakin berkurang, ini dapat dilihat dari hasil sensus pertanian 2013 mencatat sebagian besar usia petani berada di kisaran 45-54 tahun.
Bercermin dari kondisi permasalahan pangan dunia maka ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan merupakan keniscayaan. Kementrian Pertanian bertekad mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani yang dituangkan dalam visi Kementrian Pertanian. Undang-undang pangan nomor 18 tahun 2012 tentang pangan secara tegas mendefinisikan kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Artinya negara mengamanahkan kepada kita bahwa kebijakan, ketersediaan (produksi), konsumsi, distribusi dan harga pangan merupakan hak negara untuk mengaturnya bukan korporasi atau negara lain yang menentukan pangan nasional dan masyarakat dalam hal ini petani berhak menentukan apa yang akan diusahakan dilahan pertaniannya sesuai potensi sumber daya yang ada disekitarnya.
Strategi Menuju Kedaulatan Pangan
Mewujudkan kedaulatan pangan melalui kemandirian pangan khususnya terkait peningkatan produksi (ketersediaan pangan) tidak semudah membalikkan telapak tangan namun bukan juga hal mustahil. Diperlukan strategi tepat untuk meningkatkan produksi pangan, sekaligus kebijakan-kebijakan untuk mendukung terpeliharanya ketahanan pangan dalam jangka panjang. Terbitnya Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang bertujuan melindungi lahan-lahan produktif pertanian pangan agar tidak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian pangan merupakan keseriusan pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan di negeri ini.
Peningkatan produksi pangan untuk ketersediaan pangan nasional, pemerintah mencanangkan program upaya khusus swasembada berkelanjutan beberapa komoditi pangan strategis nasional yang lebih populer dengan nama Program UPSUS PAJALE (Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai). Program ini harus tercapai dalam waktu 3 (tiga) tahun yang telah dimulai sejak tahun 2015. Strategi pencapaian swasembada berkelanjutan pajale ditempuh dengan cara peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam dan peningkatan indeks pertanaman (IP). Langkah konkrit dalam peningkatan produktivitas adalah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), penerapan teknologi spesifik lokasi dan mengoptimalkan faktor-faktor produksi antara lain penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang, pembangunan/perbaikan irigasi dan penggunaan alat mesin pertanian.
Petani sebagai Manajer di Lahan Usahataninya
Target produksi telah ditetapkan, langkah-langkah strategis telah dilaksanakan dan melibatkan sinergitas antara Kementrian Pertanian, TNI Angkatan Darat dan Perguruan Tinggi. Namun, keputusan dalam menentukan apa yang ditanam, kapan akan ditanam dan teknologi apa yang akan digunakan sepenuhnya diputuskan oleh petani. Petani merupakan manajer/pengelola dalam usahataninya, segala keputusan dan tindakan didasari oleh lingkungan sosial masyarakat setempat. Lingkungan tempat petani dibesarkan hingga menjadi petani sangat mempengaruhi karakteristik petani, kalau masyarakatnya masih konservatif maka sifat itu juga akan mempengaruhi karakteristik petani dan sebaliknya apabila lingkungan masyarakatnya sudah relatif modern, banyak berinteraksi dengan masyarakat luar maka akan mempengaruhi karakteristik petani. Kondisi ini sangat mempengaruhi keputusan petani untuk menerima atau menolak inovasi baru.
Peran Penyuluh Pertanian
Kata penyuluhan berasal dari kata suluh yang artinya memberi penerangan ditengah kegelapan. Penyuluh pertanian adalah orang yang memberi penerangan bagi petani, baik dari sisi pengetahuan, keterampilan maupun sikap agar petani menjadi lebih baik dalam mengelola usahataninya dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Disisi lain, seorang penyuluh juga mempunyai tanggungjawab untuk mensukseskan program pemerintah yaitu peningkatan produksi pangan nasional.
Permentan 35 tahun 2009 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pertanian, telah memberikan petunjuk yang jelas berkenaan dengan tugas pokok penyuluh pertanian antara lain melakukan kegiatan persiapan penyuluhan pertanian; pelaksanaan penyuluhan pertanian; evaluasi dan pelaporan, serta pengembangan penyuluhan pertanian. Instrumen-instrumen penyuluhan pertanian seperti Anjangsana, Demplot, Demfarm, Demarea, Demunit, kursus tani, sekolah lapang dan metode penyuluhan lainnya yang tertuang dalam permentan 35 tahun 2009 harus mampu melahirkan petani / kelembagaan tani atau korporasi tani yang profesional, mau mengikuti perkembangan teknologi pertanian dan mampu menerapkan teknologi tersebut dalam usahataninya.
Penyuluh pertanian memiliki peran sangat strategis karena penyuluh pertanian sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dengan petani terutama dalam mensukseskan program upaya khusus swasembada padi, jagung dan kedelai. Penyuluh pertanian dengan metode-metode penyuluhannya harus mampu mempengaruhi keputusan petani dalam mengelola usahataninya, agar apa yang dilakukan petani sejalan dengan program pemerintah untuk menuju kedaulatan pangan yang berkelanjutan.